my scroller


I made this widget at MyFlashFetish.com.

Sabtu, 26 Mei 2012

[FANFICTION] YOU NEVER SAW ME


..YOU NEVER SAW ME..

AUTHOR              : SHIN
MAIN CAST         : JANG HYUNSEUNG(BEAST) & HAN SOOYOUNG (FICTION)

Hyunseung masih asyik menari diruang latihan. Tangan dan kakinya menari dengan sangat lincah, menciptakan sebuah gerakan yang indah. Sampai saat musiknya berhenti, Hyunseung berhenti menari. Ia menatap kearah cermin didepannya, menikmati kesendiriannya saat ini. Walaupun bersama dengan anggota BEAST yang lain tapi Hyunseung selalu merasa sendiri dan kesepian seperti sekarang ini.
                Ia mengambil dompetnya lalu menatap foto seorang yeoja didalamnya. Foto itu tak pernah ia ganti dan selalu berada didompetnya selama beberapa tahun ini. Difoto itu Nampak seorang yeoja cantik yang tersenyum kearah kamera. Melihat foto itu tiba-tiba Hyunseung menitikkan airmata. Mata indahnya menjadi redup dan tak bercahaya. Foto itu diambil ketika mereka pergi kepantai, waktu itu mereka baru saja lulus dari sekolah dan merayakannya dengan pergi kepantai. Itu sudah lama sekali, ketika yeoja itu masih ada disisinya.
                Jang Sooyeon –nama yeoja difoto itu- meninggal dalam kecelakaan bus yang membawa mereka pulang dalam perjalanan pulang dari pantai setelah merayakan kelulusan mereka. Hyunseung merasa sangat bersalah dan terus menyalahkan dirinya bahwa dirinyalah yang membuat Sooyeon meninggal.
                Sampai sekarang Hyunseung masih tidak bisa menerima kepergian Sooyeon. Walaupun semua orang mengatakan bahwa ini bukan salahnya tapi Hyunseung selalu merasa bersalah dan selalu murung. Tapi ia masih bisa merasa beruntung karena memiliki teman-teman seperti member BEAST yang selalu menyemangatinya dan tidak pernah meninggalkannya. “ jangan menangis terus, Sooyeon akan merasa sangat sedih jika tahu kau menangis karena dia.” Itulah kata-kata yang selalu dikatakan member BEAST kepadanya dengan penuh kehangatan.
                Bagi Hyunseung, Sooyeon adalah segalanya. Sooyeon merupakan hartanya yang paling berharga. Mereka terlahir dihari dan tanggal yang sama tapi mereka bukanlah saudara kembar. Baginya mereka memiliki banyak kesamaan yang membuatnya semakin mencintai Sooyeon, begitu pula sebaliknya. Dulu Sooyeon lah yang menyemangatinya ketika ia sedang merasa lelah dengan aktivitasnya training. Tapi sekarang tidak ada lagi yang mampu menyemangatinya seperti Sooyeon.
                Tiba-tiba ponselnya berdering. Ia menekan tombol hijau diponselnya. Itu dari Dongwoon.
                “Hyung!” suara diseberang telepon membuatnya tersentak kaget.
                “wae?”
                “oddie-a?” tanya dongwoon yang terdengar kebingungan.
                “aku ada diruang latihan. Wae?”
                “apa kau lupa? Kita ada latihan vocal. Cepat kemari atau kau akan mendapat masalah besar.” Jawab Dongwoon lirih lalu mematikan teleponnya.
                Hyunseung segera berlari pergi ketempat latihan vocal mereka.
                Diperjalanan, ia mengendarai mobil birunya dengan kecepatan tinggi. Sebisa mungkin sampai ditempat tepat waktu. Tak peduli ia harus melanggar lalu lintas atau apa pun.
                Hyunseung langsung berlari menuju ruang latihan vocal dan mendapati member BEAST dengan wajah tegang sambil berdiri ditengah ruang latihan. Disana tampak produser mereka dengan seorang yeoja berdiri tak jauh dari member BEAST.
                “annyeong haseyo.” Sapa Hyunseung ketika sampai didalam.
                “ah, Hyunseung. Kemana saja kau? Kami sudah menunggumu dari tadi.” Sambut produser hangat sambil merangkul Hyunseung. Semua anggota BEAST bingung menatap produser.
                “bukankah tadi produser marah ketika Hyung tidak ada? Kenapa sekarang..” tanya Gikwang bingung sambil menunjuk kearah produser mereka.
                “molla.” Jawab Yoseob singkat.
                “baiklah, karena semua orang sudah berkumpul maka mari kita mulai. Perkenalkan ini adalah Han Sooyoung, artis yang akan segera debut. Rencananya Sooyoung akan mengeluarkan lagu debut dengan menggunakan lagu kalian yang berjudul Fiction dan Hyunseung ditunjuk untuk menjadi teman duet dan model video klip Sooyoung di lagu pertamanya ini. Bagaimana?” tanya produser setelah panjang-lebar menjelaskan tujuannya mengumpulkan member BEAST hari ini.
                Hyunseung menatap kearah Sooyoung. Sooyoung tersenyum padanya. Tubuh Hyunseung bergetar ketika melihat senyum itu. senyum yang telah lama tidak dilihatnya. Senyum yang dulu hanya ditujukan padanya. Tiba-tiba sekarang senyum itu hadir kembali dalam sosok yang berbeda.
                “hyung, ghwenchana?” tanya Dongwoon khawatir melihat Hyung-nya yang bergetar.
                “maaf produser sepertinya saya tidak bisa menerima pekerjaan ini.” Setelah itu Hyunseung memutuskan meninggalkan ruang latihan. Wajah Hyunseung terlihat sangat pucat. “Sooyeon, apakah itu kau?” gumamnya dalam hati.
                “TUNGGUU..” teriak Sooyoung mendekati Hyunseung yang berada di tempat parkir.
                Hyunseung kembali terpaku melihat Sooyoung mendekatinya.
                “kenapa?” tanya Sooyoung sembari mengatur nafasnya yang tersengal-sengal.
                “mwo?”
                “kenapa kau tidak mau menjadi teman duetku?” suara Sooyoung terdengar tegas.
                “aku hanya tak ingin melakukannya.” Jawab Hyunseung seadanya tanpa menatap kearah Sooyoung.
                “apakah kau selalu seperti ini? Lari dari hal yang paling kau sukai. Tidak punya tujuan hidup dan selalu pesimis. Melakukan apapun yang kau sukai tanpa memikirkan orang lain. Heh, aku menyesal telah menganggapmu adalah orang yang hebat. Sudahlah aku pergi sekarang.” Raut wajah Sooyoung seketika menjadi dingin dan tak bersahabat.
                “belajarlah menghadapi rintangan dan jangan lari dari apapun yang kau sukai meski kau tau itu menyakitkan awalnya.” Lanjut Sooyoung yang membuat Hyunseung tersentak kaget mendengarnya.
               
___
                “belajarlah menghadapi rintangan dan jangan lari dari apapun yang kau sukai meski kau tau itu menyakitkan awalnya.”
Malam ini, Hyunseung tidak bisa tidur memikirkan kata-kata Sooyoung. Kata-kata itu sering diucapkan Sooyeon ketika Hyunseung merasa jenuh dengan aktivitas trainingnya dulu.
Ia melirik kearah foto Sooyeon yang terletak dimejanya kemudian tersenyum miris.

[FLASH BACK]
“Hyun, oddie-ka?” dengan nafas tersengal-sengal, seorang yeoja mengejar Hyunseung yang berjalan sangat cepat.
“jangan mengikutiku.” Ucap Hyunseung pada yeoja itu.
“apa kau akan terus lari?” tanya yeoja itu akhirnya dan membuat Hyunseung berhenti berjalan.
“mwo?”
“bukankah kau sangat suka menari dan menyanyi? Tapi kenapa kau justru lari ketika hal yang sangat kau sukai datang padamu?”
“aku..”
“belajarlah menghadapi rintangan dan jangan lari dari apapun yang kau sukai meski kau tau itu menyakitkan awalnya.” Potong yeoja itu cepat.
“Jang Sooyeon.”
“jangan memanggil namaku jika kau masih seperti ini.” Ancam Sooyeon pada Hyunseung. Lalu Sooyeon pun pergi menjauhi Hyunseung yang menatapnya bingung.
[FLASH BACK END]

___
Sooyoung berjalan dengan penuh semangat menuju ruang latihan vocal. Walaupun tahu Hyunseung keberatan berduet dengannya tapi itu tidak menyurutkan semangatnya untuk berdebut. Ia mengedarkan pandangannya keseluruh sudut ruang latihan. Tak ada seorang pun yang berada diruang latihan. Dilihatnya sebuah piano disudut ruang latihan kemudian tersenyum. Dengan penuh semangat Sooyoung memainkan jarinya diatas tiap tuts piano sambil bersenandung riang.
ireoke nan tto
itji motago
nae gaseum soge kkeutnaji anheul iyagil sseugo isseo
neol butjabeulge
nochi anheulge
kkeutnaji anheun neowa naui iyagi sogeseo oneuldo in Fiction
sooyoung selesai bersenandung ketika seseorang masuk kedalam ruangan.
“Hyunseung-ssi, kau sudah datang.” Sapa Sooyoung pada Hyunseung. Seolah ia tahu bahwa Hyunseung akan datang hari ini.
Dengan sebelah tangan dimasukkan kedalam saku celananya, Hyunseung berkata. “aku melakukannya bukan karena kau tapi hanya untuk profesionalitas kerja. Mengerti?”
Sooyoung tersenyum. Ia tahu bahwa Hyunseung bukanlah orang yang akan menyerah dalam melakukan perkerjaan apapun dan sesulit apapun itu. dan yakin bahwa Hyunseung akan kembali walaupun Hyunseung tidak menyukainya tanpa sebab.
“arraseo.”
Jam sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Guru Kwon pun sudah datang. Sooyoung dan Hyunseung pun memulai latihan mereka.
                Latihan ini tak semudah yang dibayangkan. Sering terdapat banyak kesalahan ketika menyanyikan lagu ini. Yang banyak melakukan kesalahan bukanlah Sooyoung melainkan Hyunseunglah yang banyak melakukan kesalahan. Hyunseung sangat sulit berkonsentrasi karena saat menyanyi dirinya terus teringat pada Sooyeon ketika  melihat Sooyoung. Guru Kwon pun menegurnya.
                “Hyunseung, berkonsentrasilah. Banyak nada yang salah saat kau menyanyikan reff-nya. Bisa kita mengulangnya lagi?” tanya guru Kwon pada Hyunseung.
                “maaf. Bisakah kita istirahat sebentar?” pinta Hyunseung.
                “hmm.. baiklah, latihan hari ini cukup sampai disini. Kalian bisa pulang sekarang.” Jawab Guru Kwon.
                Sooyoung melempar tubuhnya diatas kursi panjang yang ada di ruang latihan itu. ia terus mengamati jam tangannya yang seakan waktu berjalan dengan sangat cepat. Jam 12 siang. Sooyoung menguap. Rasa kantuk yang mendera matanya tak dapat dibendung lagi. Tanpa sadar dirinya terlelap disamping Hyunseung dengan kepala menyandar dipundak Hyunseung. Mengetahui Sooyoung terlelap dipundaknya, membuat Hyunseung merasa canggung dan serba salah. Berulang kali Hyunseung berusaha menyingkirkan kepala Sooyoung dari pundaknya tapi usahanya gagal karena kepala Sooyoung selalu kembali kepundak Hyunseung. Karena merasa usahanya gagal akhirnya Hyunseung membiarkannya dan tanpa sadar ikut terlelap bersama dengan Sooyoung.

~
                Sooyoung membuka matanya yang berat sambil menguap. Ia merasa ada yang aneh dengan posisi tidurnya. Betapa terkejutnya Sooyoung ketika tahu siapa yang tengah tidur disampingnya.
                “Hyunseung.” Pekiknya pelan samil menutup mulutnya yang hampir saja berteriak.
Wajah Sooyoung benar-benar memerah saat tahu dirinya tidur didada Hyunseung, dengan posisi hampir berpelukan. Jantungnya berdebar kencang. Ini adalah pertama kalinya ia dipeluk oleh seorang pria selain ayahnya.
“apa yang kau lakukan?” tanya Hyunseung sambil mengusap dadanya yang terasa sedikit sakit. Matanya yang indah terlihat sedikit merah.
                “ani.” Jawab Sooyoung singkat sembari bangkit dari tempat duduknya. Saat ini jantung Sooyoung tak henti-hentinya berdebar dan sulit untuk dikendalikan.
                “ternyata sudah sangat sore.” Ucap Hyunseung yang sedang memperhatikan jam tangannya yang menunjukkan pukul 5 sore.
                “hah, iya juga. Aku harus pulang sekarang.” Jawab Sooyoung mengalirkan perhatiannya dari bayang-bayang Hyunseung yang tiba-tiba melintas dipikirannya.
                “apa mau kuantar?” tanya Hyunseung sopan saat Sooyoung akan keluar dari ruang latihan.
                “tidak usah. Aku akan naik taxi untuk pulang kerumah.” Tolak Sooyoung.
                “begitukah? Baiklah, terserah kau saja.” Jawab Hyunseung akhirnya. Sooyoung menarik nafas lega karena Hyunseung tidak memaksanya untuk diantar pulang.
               
___
                “hah, apa yang kupikirkan? Kami hanya tak sengaja tidur bersama tapi kenapa jantungku tak bisa berhenti berdebar?” gumam Sooyoung dalam hati.
                Saat ini ia sedang dalam perjalanannya pulang kerumah dengan menggunakan taxi. Ia memutar-mutar bola matanya tanda kebingungan. Diluar tampak hujan yang seakan enggan untuk berhenti. Sooyoung menatap jauh ke luar jendela. Terbayang wajah Hyunseung yang tak pernah tersenyum dihadapannya, bersikap dingin dan seolah menjaga jarak tapi setiap kali menatap matanya. Sooyoung selalu tahu bahwa Hyunseung tidak ingin terlibat lebih dekat dengannya selain sebagai seorang rekan duet. Itulah yang selalu terpancar dari mata Hyunseung ketika Sooyoung menatap matanya.
                Sooyoung menghela nafas berat.
                “nona, kita sudah sampai.” Ucap supir taxi yang membawa Sooyoung pulang kerumah.
                “oh, benarkah? Gamsahamnida.” Balas Sooyoung seraya keluar dari taxi.

___
                Hyunseung benar-benar memutar otaknya malam ini. Memikirkan bagaimana caranya agar ia tidak terlibat lebih jauh dengan Sooyoung. Ia tahu apa yang sebenarnya terjadi tadi diruang latihan. Ia tahu bahwa Sooyoung tidur dipelukkannya tapi entah mengapa ia tak dapat menghindar dan justru tetap membiarkannya tidur dipelukkannya.
                Hyunseung terduduk lemah dibawah jendela. Ia menangis. Menangis mengingat Sooyeon.

___
                “Hyung, hari ini bukankah kita tidak ada latihan tapi kenapa kau terlihat sangat rapi? Apakah kau ingin pergi kesuatu tempat?” tanya Gikwang yang saat itu tengah sarapan dimeja makan.
                Hyunseung tidak menjawab dan hanya tersenyum kearah Gikwang kemudian berlalu.
                “ada apa dengan Hyunseung-hyung?” tanya Yoseob.
                “molla. Dia terlihat lebih aneh belakangan ini sejak bertemu dengan Sooyoung.” Jawab Gikwang sambil meneruskan makannya.
                “hmm, benarkah? Sooyoung memang terlihat seperti Sooyeon. Nama mereka juga hampir sama tapi mereka tetap saja bukan orang yang sama. Kepribadian mereka juga sangat berbeda. Apakah karena memiliki senyum yang sama maka Hyung menjadi bimbang?”
                “molla.”

___
                Sooyoung berjalan sendirian dijalan setapak menuju makam ibunya. Ditangan kanannya terdapat bunga lily putih kesukaan ibunya.  Senyumnya mengembang ketika tiba dimakam ibunya.
                “annyeong, omma.” Sapanya penuh senyum.
                Hari ini adalah hari peringatan 3 tahun meninggalnya ibu Sooyoung. Seperti biasanya Sooyoung selalu berkunjung kemakam ibunya sendirian tanpa ditemani oleh ayahnya. Hal itulah yang sampai sekarang selalu membuat Sooyoung sedih setiap kali hari peringatan kematian ibunya tiba. Sampai sekarang ayah Sooyoung masih sangat merasa bersalah karena secara tidak langsung ayahnyalah yang menyebabkan kematian ibunya.
                “omma, seperti biasa appa tidak mau ikut bersamaku kemari. Omma tidak akan marah pada appa walaupun appa tidak kesinikan?” tanya Sooyoung didepan makam ibunya. Ia tahu bahwa tidak akan ada gunanya berbicara dengan makam ibunya karena pasti tidak akan ada jawaban tapi entah mengapa setiap kali berbicara dengan makam ibunya maka hatinya akan merasa sedikit tenang.
                “omma, kemarin aku bertemu dengan seorang namja yang sangat tampan tapi entah mengapa ia sangat membenciku. Aku ingin sekali menjadi temannya tapi sepertinya itu akan sangat sulit. Hmm.. mungkin sebaiknya kuurungkan niatku ini. Ya kan omma?” senyum manis Sooyoung mengembang.
                “omma, sepertinya aku harus pulang sekarang karena appa pasti sudah menungguku dirumah. Aku pulang dulu. Saranghae, omma.” Pamitnya sambil mengecup batu nisan ibunya kemudian berlalu pergi.
               
~
                [SOOYOUNG POV]
                Aku cukup terkejut melihat namja yang pingsan didepan sebuah makam. Suasana makam sangat sepi, tak ada orang yang lewat untuk membantu. Akhirnya dengan penuh pertimbangan, aku membawanya kestudio latihanku. Kupapah tubuh tingginya yang terasa sangat berat itu menuju mobilnya yang terparkir dipinggir jalan. “apa yang dia lakukan disini sebenarnya?” gumamku pelan lalu menyandarkannya dikursi sebelah kemudi. Aku duduk dibelakang kemudi. Jantungku berdebar sangat kencang. Ini pertama kalinya aku mengemudi sejak kematian ibu. Perasaanku sedikit tidak tenang karena gugup. Dengan hati yang masih deg-degan aku menghidupkan mesin. “Sooyoung, kau pasti bisa. Fighting!” ucapku menyemangati diriku sendiri. Kupacu mobilku dengan sangat pelan. Kecepatan mobil jauh dibawah normal.

                [HHYUNSEUNG POV]
                Kurasakan kepalaku yang terasa sangat sakit. Membuka mata pun terasa sangat sulit untuk kulakukan.
                “Sooyoung kau pasti bisa. Fighting!” samar kudengar suara yeoja yang menyemangati dirinya sendiri. Perlahan kubuka mataku. Kudapati Sooyoung duduk dibelakang kemudi dan mulai mengemudi. Kututup lagi mataku dan membiarkan Sooyoung menganggapku masih pingsan.
~
                “Hyunseung-ssi, kau sungguh berat.” Keluh Sooyoung sembari memapah tubuhku keluar dari mobil. Sebenarnya aku sedikit tidak tega tapi aku tidak punya tenaga untuk membawa diriku sendiri.  Dia terlihat sangat keberatan saat memapahku. Sooyoung memapahku menuju kesebuah ruangan yang bisa dibilang cukup kecil.

~
                [NORMAL POV]
                Sooyoung merebahkan tubuh Hyunseung diatas sebuah kursi panjang. Sooyoung duduk didepan Hyunseung kemudian ia menyentuh kening Hyunseung lembut. Panas. Sepertinya Hyunseung demam. Ia bangkit dari tempat duduknya lalu mengambil kompres.
                “Sooyoung-ssi, gomawo.” Ucap Hyunseung tanpa membuka mata ketika Sooyoung meletakkan kompres dikening Hyunseung.
                “hmm, kau sudah bangun?” tanya Sooyoung.
                Hyunseung bangkit dari tempatnya berbaring seraya memegangi kepalanya yang sakit. Matanya terlihat tak bersinar. Sooyoung menatapnya dengan pandangan kagum. ‘adakah orang yang memiliki mata seindah ini?’ gumam Sooyoung dalam hati.
                “kenapa kau menolongku?” tanya Hyunseung yang kini menatap Sooyoung dengan tatapan tajam tapi lembut. Tangannya terulur menyentuh pipi Sooyoung. Sooyoung menelan ludah saat tiba-tiba Hyunseung mendekatkan wajahnya. Tiba-tiba, CHUP… sebuah ciuman mendarat dibibir mungil Sooyoung. Hyunseung mencium Sooyoung sangat lama seolah enggan melepasnya dan Sooyoung pun seolah terhipnotis oleh Hyunseung sehingga tak ada perlawanan dari Sooyoung.
                DUARRR… tiba-tiba petir menyambar dengan hebatnya. Mereka pun tersentak kaget dan otomatis melepaskan ciuman mereka. Hyunseung terlihat gugup ketika tahu tanpa sadar ia telah mencium Sooyoung. Sooyoung pun tak kalah malunya dengan Hyunseung, wajahnya terlihat sangat merah.
                “mian.” Ucap Hyunseung singkat tanpa memandang kearah Sooyoung sedikitpun.
                “hmm.. ghwenchana.” Jawab Sooyoung.
                “aku rasa aku bisa pergi sekarang. Gomapta.” Pamit Hyunseung pada Sooyoung.
                “hmm, aku rasa kau sudah lebih baik sekarang.” Jawab Sooyoung.
                Hyunseung pun berjalan keluar dari studio kecil itu menuju mobilnya yang terparkir tepat didepan studio Sooyoung. Ia memacu mobilnya dengan kecepatan sedang. Kepalanya masih sedikit sakit, ditambah lagi kejadian tadi membuatnya semakin pusing.

~
                [SOOYOUNG POV]
                Lagi-lagi jantungku berdetak tak menentu. Ini kedua kalinya sejak aku merasakan debaran jantungku yang cepat setiap kali bersama dengan Hyunseung. Apakah aku menyukainya? Hah, entahlah aku tak dapat berpikir tentang apapun sekarang. Otakku penuh dengan bayangan Hyunseung dengan berbagai ekspresi.
Aku duduk dikursi tempat Hyunseung berbaring tadi. Kurasakan sesuatu mengganjal ketika aku duduk disitu. Aku bangkit berdiri dan menemukan sesuatu yang tergeletak disana. Dompet. Kuraih dompet itu dan mengamatinya. Sepertinya ini bukan milikku, mungkin milik Hyunseung. Untuk memastikannya aku membuka dompet itu dan melihat isinya. Aku terkejut melihat isi dompet itu dan tanpa sadar menjatuhkannya kelantai.
“apakah itu aku?”

___
[NORMAL POV]
Satu-satu daun berjatuhan-yang kemudian melebur menjadi satu dengan tanah. Embun-embun menetes dari dedaunan dan kelopak bunga. Sooyoung duduk termenung diruang latihan vocal menunggu Hyunseung datang untuk mengembalikan dompetnya dan bertanya siapakah gadis yang berada difoto itu.
Clek. Seseorang memasuki ruangan. Sooyoung menoleh, mengira bahwa itu Hyunseung.
“oh, kau ada disini?” tanya Yoseob.
“ne.” jawab Sooyoung singkat.
“hari ini Hyung tidak akan latihan karena sakit. Dia memintaku untuk menyampaikan hal ini padamu.”
“benarkah?” tanya Sooyoung sedikit kecewa.
“hmm, baiklah aku pergi dulu.” Pamit Yoseob tapi kemudian Sooyoung menahannya.
“tunggu.”
“wae?”
“bisa kau kembalikan ini pada Hyunseung? Kemarin ia meninggalkannya.”
“hmm, baiklah.”
“dan satu lagi. Didalam dompet itu ada sebuah foto, apa kau tahu siapa dia?” tanya Sooyoung sedikit ragu.
“kau sudah melihatnya? Sangat mirip bukan?” Sooyoung menatap Yoseob tak mengerti.
“apa maksudmu?”
“aku rasa kau memang harus tahu agar kau bisa sedikit mengerti tentang Hyung.”
~
[SOOYOUNG POV]
Aku masih duduk terpaku di ruang latihan vocal. Tubuhku bergetar mendengar cerita Yoseob.
“Sooyeon adalah gadis yang sangat dicintai oleh Hyung tetapi 6 tahun lalu Sooyeon meninggal dalam kecelakaan bus yang mereka tumpangi. Sejak saat itu Hyung menjadi sangat pemurung dan selalu menyalahkan dirinya atas kematian Sooyeon. Sekarang muncul kau yang sangat mirip dengan Sooyeon, makanya Hyung menjadi sangat sensitive dan mudah marah. Ku harap setelah mendengar hal ini kau menjadi sedikit mengerti.”
kata-kata Yoseob tadi masih begitu membekas dibenakku. Itukah sebabnya Hyunseung menolak berduet denganku? Dan apakah ciuman kemarin juga karena Hyunseung menganggapku sebagai Sooyeon? Begitu bodohnya aku menganggap bahwa Hyunseung menyukaiku. Yang disukai Hyunseung adalah Sooyeon bukan Sooyoung. Aku menutup wajahku dengan kedua tanganku kemudian menangis. Entah sejak kapan aku mulai merasa seperti ini. Perasaan kecewa menyelimuti hatiku. Perasaanku benar-benar hancur sekarang. Sekarang aku sadar bahwa aku menyukai Hyunseung, entah sejak kapan itu bermula.

___
[3 HARI KEMUDIAN]
Hyunseung duduk diatas kursi panjang didalam ruang latihan. Berkali-kali Hyunseung melirik kearah jam yang berada didalam ruangan. Jam sudah menunjukkan pukul 10 pagi tapi Sooyoung masih belum datang untuk latihan. Ini sudah hari ketiga Sooyoung melewatkan latihan vokalnya.
“apakah terjadi sesuatu pada Sooyoung?” tanya Guru Kwon pada Hyunseung sembari melihat kearah jam tangannya.
“entahlah.” Jawab Hyunseung singkat.
“mungkin sebaiknya kau mencari tahu.” Ucap Guru Kwon pada Hyunseung seraya pergi meninggalkan ruangan.
Hyunseung meraih ponselnya lalu mencoba menghubungi Sooyoung tapi nihil, Sooyoung tidak menjawab teleponnya. Hyunseung mencobanya kembali tapi hasilnya tetap sama. Sesaat kemudian Hyunseung teringat tempat Sooyoung merawatnya dulu. Burur-buru Hyunseung berlari menuju mobilnya yang diparkir didepan gedung. Ia memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi menuju tempat yang samar-samar masih diingatnya.
Bangunan itu cukup kecil untuk ukuran sebuah rumah tapi terlihat indah karena bunga-bunga yang ditanam disekitarnya. Hyunseung baru saja sampai didepan bangunan yang pernah dikenalnya itu. Ia melangkah masuk kedalam bangunan itu yang ternyata tidak terkunci. Perlahan ia membuka sebuah ruangan yang pintunya sedikit terbuka. Seorang yeoja sedang bermain piano. Suara piano itu terdengar sedih. Hyunseung membuka pintu itu sedikit lebih lebar agar dapat melihat yeoja itu dengan baik. Mata indah Hyunseung terbelalak kaget ketika melihat yeoja itu tengah menangis sambil bermain piano. Yeoja itu adalah Sooyoung.
“aku bukan Sooyeon. Aku adalah Sooyoung.” Ucap Sooyoung ketika selesai memainkan pianonya. Hyunseung yang sejak tadi berada didepan pintu pun terkejut mendengar nama Sooyeon disebut.
“AKU ADALAH HAN SOOYOUNG BUKAN JANG SOOYEON.” Teriak Sooyoung sebelum akhirnya menangis tanpa suara.
“darimana kau tahu tentang Sooyeon?” tanya Hyunseung yang akhirnya memutuskan masuk kedalam ruangan itu. Sooyoung tersentak kaget.
“Hyunseung?”
“kenapa kau bisa tahu tentang Sooyeon?” tanya Hyunseung mengulangi ucapannya tadi.
“wae? Apa kau terkejut aku tahu tentang Sooyeon?” balas Sooyoung dingin.
“mwo?”
“itukah sebabnya kau selalu bersikap dingin padaku? Lalu menolak berduet denganku? Itukah sebabnya?” tatapan mata Sooyoung yang dingin menatap tajam kedalam mata Hyunseung.
Hyunseung terdiam.
“kau menolak berduet, bersikap dingin padaku, lalu…. Menciumku apakah itu karena aku terlihat sepertinya?” nada suara Sooyoung terdengar bergetar.
Hyunseung masih terdiam.
“JAWAB AKU, JANG HYUNSEUNG.” Teriak Sooyoung histeris.
“Sooyoung…”
Sooyoung terduduk lemas dilantai sembari terus menangis.
“aku bukan Jang Sooyeon, Jang Hyunseung. Tidakkah kau mengerti, aku sangat menyukaimu. Tidak bisakah kau melupakan Sooyeon lalu tinggal disisiku? Aku mohon tinggallah disisiku.” Ucap Sooyoung lirih sembari terus menangis.
“mianhae, aku tidak bisa melakukannya.” Jawab Hyunseung.
“heh.. aku tahu kau akan berkata seperti itu. lupakan aku pernah mangatakan hal ini. Sekarang pulanglah, aku harus pergi sekarang.” Ucap Sooyoung sembari bangkit berdiri. Ia merapikan dirinya lalu bergegas pergi keluar.
“oddie-ka?” tanya Hyunseung.
“kemanapun.” Jawab Sooyoung singkat.

___
[1 BULAN KEMUDIAN]
“Presdir Park, sebenarnya Sooyoung ada dimana? Kenapa sudah satu bulan Sooyoung belum juga kembali?” tanya Dongwoon penasaran pada Presdir Park.
“Sooyoung memutuskan menunda debutnya karena neneknya yang berada di Amerika sedang sakit dan ia harus berada disampingnya sampai keadaan neneknya benar-benar pulih.”
“ah, ternyata begitu.”
“Hyung, apa kau tahu jika Sooyoung pulang ke amerika?” tanya Dongwoon beralih pada Hyunseung yang tengah berkutat dengan ponselnya.
“hmm..”
“Hyung?” panggil Dongwoon setengah merengek pada Hyunseung karena pertanyaannya tak dihiraukan.
“molla.” Jawab Hyunseung singkat seraya berlalu pergi.
“Hyung?”

~
Hyunseung tidak mengira sekali lagi takdir membawanya pada cerita lama yang pernah dialaminya dulu. Semua orang tahu dia sangat menyukai Sooyeon. Tapi sekarang wajah gadis lain selalu terbayang dipikirannya, membuatnya terjaga setiap malam dan gelisah. Gadis itu seperti angin yang tak mungkin ia raih, sementara ia adalah orang biasa yang terikat oleh belenggu dan tak mungkin dapat terlepas.
                “apa yang harus kulakukan, Sooyeon?”

___
                “Hyung, kau sudah datang?” sambut Gikwang ketika Hyunseung sampai diruang latihan.
                “wae?” tanya Hyunseung seraya menolah kearah yeoja yang tengah duduk dan berbincang dengan manager BEAST. Yeoja itu tampak tak asing baginya. Tapi entah mengapa ia tidak bisa mengingatnya.
                “annyeong haseyo?” sapa yeoja itu pada semua member BEAST. Yeoja itu tersenyum. Betapa terkejutnya Hyunseung ketika tahu siapa yang ada dihadapannya sekarang.
                “Sooyoung?” pekik Junhyung.
                “hmm.. annyeong. Senang bertemu dengan kalian lagi.” Sooyoung telah kembali. Tapi ada yang berubah dengan penampilannya. Rambut hitam-panjangnya kini berubah menjadi pendek sebahu dan berwarna pirang dengan sedikit gelombang dibagian bawahnya. Ia tersenyum kearah Hyunseung seolah tak pernah ada kecanggungan diantara mereka sebelumnya.
                “Sooyoung, apa yang terjadi dengan rambutmu?” tanya Gikwang pada Sooyoung.
                “ini. Ah, aku hanya tidak ingin menjadi sama dengan orang lain jadi aku merubah sedikit penampilanku. Bagaimana bagus tidak?” tanya Sooyoung sembari merapikan rambutnya dan meminta pendapat pada member BEAST.
                “sangat cantik.” Jawab Dongwoon penuh semangat.
                “oh ya, mulai hari ini kalian tidak boleh memanggilku Sooyoung. Mulai sekarang panggil aku Youngli. Mengerti?”
                “Youngli?” ucap semua member BEAST hampir bersamaan.
                “iya, aku tidak terlalu suka dengan nama itu, jadi aku memutuskan untuk menggantinya.”
                “hmm, baiklah jika itu mau mu.” Jawab Dongwoon yang dibarengi member BEAST yang kembali keaktifitasnya masing-masing.
                “Han Sooyoung.” Panggil Hyunseung.
                “ah, apa kau tak mendengarnya tadi? Jangan memanggilku dengan nama itu. Aku mem-BENCI-nya.” Jawab Sooyoung sambil menekankan kata BENCI dengan tatapan tajam.
                “ikut aku.” Hyunseung menarik tangan Sooyoung dengan kasar dan membawanya keluar dari ruang latihan. Sooyoung merintih kesakitan.
                “apa yang kau lakukan?” tanya Sooyoung sambil berusaha menarik tangannya. ia meringis kesakitan.
                “kenapa kau bertingkah sangat aneh?” tanya Hyunseung sambil terus mencengkram tangan Sooyoung.
                “apa yang kulakukan salah? Aku hanya melakukan yang sudah seharusnya kulakukan. Aku tidak ingin menjadi bayang-bayang gadis itu. aku Sooyoung, bukan Sooyeon. Aku tak ingin dikenal dalam bayang-bayang gadis itu. aku benci. Kau tahu, aku benci itu.” tukas Sooyoung tajam. Matanya menatap tajam kedalam mata Hyunseung. Matanya menyiratkan kebencian yang mendalam. Sakit hatinya tak bisa dibendung lagi.
                “Sooyoung..”
                “JANGAN MEMANGGIL NAMAKU.” Bentak Sooyoung. Mata tajam yang tadi menatap Hyunseung kini berubah menjadi sirat mata yang memancarkan kesedihan yang mendalam. Setetes air mata jatuh tepat dipipi merah Sooyoung.
                “maafkan aku. Karena aku kau menjadi seperti ini.” Ucap Hyunseung sembari melepaskan cengkraman tangannya. tubuh tingginya berbalik kemudian menjauh menyebrangi jalan.
                “AWAS…”

___
[SOOYOUNG POV]
                “AWAS…” teriakku ketika sebuah mobil dengan kecepatan tinggi menghantam tubuh tingginya. Tubuhnya terpental beberapa meter dari tempatnya semula. Aku menghambur menghampirinya. Tak bisa kubayangkan apa yang akan terjadi padanya. Kulihat darah yang teercecer dijalan. Tubuhnya tergeletak dijalan. Dia tak sadarkan diri.
                “tolong kami…” aku berteriak meminta tolong kepada semua orang yang lewat. Beberapa orang menghampiri kami dan membantuku membawa Hyunseung kerumah sakit.
               
~
                Aku menunggu member BEAST yang sedang dalam perjalanan kerumah sakit. Hatiku benar-benar cemas, tak tahu apa yanga harus kulakukan. Hyunseung sekarang sedang berada diruang operasi. Aku menangis. Ini semua salahku. Andai saja aku tidak kembali ke Korea maka Hyunseung tidak akan celaka. Kusesali keputusanku kembali ke Korea.
                “bagaimana keadaan Hyung?” tanya Dongwoon setibanya dirumah sakit. Aku memandangnya lalu kearah yang lainnya. Aku menggelengkan kepala.
                “Hyunseung masih diruang operasi.” Jawabku.
                Member BEAST menghela nafas berat. Raut wajah mereka tampak begitu tegang menunggu hasil operasi Hyunseung. Tak lam kemudian dokter keluar dari ruang operasi. Wajah dokter tidak terlihat baik, ada raut wajah tegang di wajahnya.
                “bagaimana, dokter?” tanya Doojoon pada dokter itu.
                “terdapat luka memar diwajah dan beberapa anggota tubuh lainnya.” Jawab Dokter Kim.
                “huh, syukurlah.” Ucap member BEAST hampir bersamaan. Begitu pula aku.
                “tapi.. ada masalah serius dimatanya. Akibat benturan yang sangat keras ada syaraf matanya yang terluka dan..” kalimat dokter itu terputus dan membuat kami semua penasaran.
                “dan apa, dokter?”
                “itu menyebabkan kebutaan pada pasien. Dalam kasus ini, pasien bisa melihat kembali asalkan dilakukannya pencangkokan kornea mata.” Lanjut Dokter Kim.
                “buta?” tanyaku tak percaya. Tak mungkin Hyunseung buta. Bagaimana dengan karirnya jika Hyunseung tidak bisa melihat? Kututupi wajahku dengan kedua tanganku kemudian menangis.
                “maaf, saya permisi dulu.” Pamit Dokter Kim.


~
                Sudah tiga hari Hyunseung dirawat dirumah sakit tapi kondisinya masih sama, ia belum sadarkan diri. Aku duduk disamping ranjangnya. Mata indah Hyunseung ditutupi perban. Mata indah itu sekarang tak bisa bersinar seperti dulu lagi, itu semua salahku. Aku harus bertanggung jawab. Tunggulah Hyunseung sebentar lagi kau akan bisa melihat lagi. Aku akan melakukan apapun agar kau bisa melihat lagi, sekalipun aku harus mengorbankan diriku.

___
                [NORMAL POV]
                Hari ini Dokter Kim memanggil orang tua Hyunseung keruangannya. Semua member BEAST terlihat penasaran sembari menunggu didepan ruang dokter. Tapi Sooyoung terlihat tenang disudut kursi panjang diruang tunggu. Matanya terus menerawang jauh kedepan seakan tak berujung. Dari jauh Yoseob memandangnya aneh kemudian menghampirinya dan menegurnya.
                “ghwenchana?” tanya Yoseob sembari duduk disebelah Sooyoung. Sooyoung menoleh sedkit kemudian tersenyum kecil.
                “bibi, bagaimana?” tanya Doojoon ketika ibu Hyunseung keluar dari ruang dokter.          
                “Hyunseung.. dia bisa dioperasi besok lusa. Dia akan bisa melihat lagi.” Jawab ibu Hyunseung dengan penuh haru. Semua member BEAST menghembuskan nafas lega.
                “syukurlah.” Ucap Yoseob sembari menoleh kearah Sooyoung yang tersenyum kecil kemudian bangkit berdiri.
                “oddie-ka?” tanya Yoseob.
                Sooyoung tak menjawab dan tetap melangkah pergi.

___
[2 DAYS LATER]
                Hari ini Hyunseung akan dioperasi. Kondisinya sudah lebih baik sekarang. Hyunseung sudah sadar sejak 2 hari yang lalu. Semua kerabat dan member BEAST berkumpul untuk menyemangati dan mendoakan Hyunseung. Semuanya berkumpul kecuali…
                “dimana Sooyoung?” tanya Dongwoon. Semua yang berada disana berkata bahwa ia tak melihat Sooyoung sejak pagi.
                “Sooyoung bilang ia tidak bisa datang karena kurang enak badan.” Jawab Yoseob.
                “o..”
                “maaf, sudah saatnya pasien masuk keruang operasi.” Ucap seorang suster.
                “o, baiklah. Hyunseung kami semua mendoakanmu.” Ucap Doojoon mewakili semua yang berada disitu.
                “hmm, gomawo.”
               
~
                “kau sudah siap?” tanya dokter pada seorang yeoja sebelum melakukan membius yeoja itu.
                “hmm, aku siap.” Jawab yeoja itu mantap.

___
                sudah 1 bulan sejak berhasilnya operasi Hyunseung. Sekarang ia dapat melihat lagi seperti dulu. Menikmati indah pagi dan semua keindahan yang ada disekitarnya. Senyumnya mengembang ketika melihat bunga lily yang tertanam didepan halaman rumahnya. Bunga itu mengingatkannya akan sosok Sooyoung yang tiba-tiba menghilang sejak kecelakaan yang menimpanya 1 bulan yang lalu.
                “dia menghilang lagi.” Gumamnya pelan sembari memetik bunga Lily putih itu.
                “Hyunseung, apa yang sedang kau lakukan?” tanya omma-nya yang tiba-tiba muncul dibelakangnya sembari membawa nampan berisi segelas susu.
                “anio, omma.” Jawab Hyunseung sembari mendekati ibunya.
                “apa kau bosan?” tanya omma-nya.
                “sedikit.”
                “sejak kapan kau suka bunga?” tanya omma Hyunseung sembari mengambil bunga Lily dari tangan Hyunseung.
                “entahlah. Tapi terlihat cantik bukan?”
                “tentu. Apa kau ingin melihat banyak bunga Lily?”
                “dimana?”

~
                Hyunseung sedang berjalan ditengah taman ketika matanya terusik dengan sosok yeoja yang duduk ditepi taman. Yeoja itu memakai kacamata hitam dan disebelahnya ada seeokr anjing yang setia duduk disampingnya. Hyunseung mendekati yeoja itu. ia terkejut dan menjatuhkan minuman kaleng yang dibawanya ketika melihat yeoja itu lebih dekat.
                “Sooyoung..” pekiknya pelan.
                “ada orang disana?” tanya Sooyoung seraya bangkit berdiri dibantu dengan tongkat yang dipegangnya.
                Hyunseung tidak menjawab. Bibirnya terasa kaku dan tak bisa berkata apa-apa.
                “mungkin aku salah dengar.” Ucap Sooyoung sembari berlalu dengan dituntun oleh anjing yang setia berada disampingnya.
                Hyunseung menatapnya Sooyoung yang semakin menjauh. Setitik air mata jauh dipipi Hyunseung. Ia menyadari satu hal bahwa Sooyoung lah pendonor yang bersedia mendonorkan matanya.

~
                Hyunseung tiba disebuah rumah yang sudah tak asing baginya. Ia mengikuti Sooyoung sampai didepan sebuah rumah kecil yang biasa Sooyoung gunakan untuk latihan.
                “Dodo, apa kau ingin aku menyanyi untukmu?” tanya Sooyoung pada anjing yang setia menemaninya itu. seolah tahu apa yang dikatakan majikannya, anjing itu menggonggong.
                “guk..guk..”
                “baiklah aku akan menyanyi..”
ireoke nan tto
itji motago
nae gaseum soge kkeutnaji anheul iyagil sseugo isseo
neol butjabeulge
nochi anheulge
kkeutnaji anheun neowa naui iyagi sogeseo oneuldo in Fiction

“Sooyoung-ah..”
“siapa disitu?” tanya Sooyoung sembari memasang posisi siapa dengan tongkat ditangannya.
“kenapa? Kenapa kau melakukannya?” tanya Hyunseung pada Sooyoung. Suaranya terdengar bergetar. Hyunseung menangis.
“Hyunseung?” tanya Sooyoung khawatir jika benar itu Hyunseung. Ia tak mau jika Hyunseung tahu keadaanya yang sekarang.
“kenapa kau memberikan matamu padaku?” kini Hyunseung berlutut dihadapan Sooyoung. Tangisnya tak dapat dibendung lagi. Beberapa tetes air mata sempat jatuh mengenai kaki Sooyoung.
“aku..” Sooyoung tak bisa menjawab Hyunseung. Dia terdiam.
“tidak seharusnya kau memberikan matamu padaku, biarkan saja aku buta.”
“..”
Sooyoung masih terdiam.
“maafkan aku, Sooyoung. Maafkan aku yang terlambat menyadari bahwa aku..mencintaimu.”
“kau mengatakannya karena kau kasihan padaku bukan?” kini Sooyoung angkat bicara.
“anio. Aku sungguh-sungguh mencintaimu. Bukan karena kau seperti Sooyeon tapi aku mencintaimu karena kau adalah Sooyoung.” Hyunseung berusaha menjelaskan perasaanya agar Sooyoung mengerti dan tidak berpikir bahwa dirinya hanya kasihan pada Sooyoung.
“bohong. Sejak awal kau hanya menganggapku sebagai Sooyeon bukan sebagai Sooyoung. Kumohon jangan berbohong, jangan membuatku seperti seorang pengemis yang butuh belas kasihan orang lain.” Suara Sooyoung yang indah terdengar pilu. Airmatanya tak dapat lagi dibendungnya. Semua kesedihannya ia tumpahkan hari ini didepan pria yang sangat dicintainya.
“aku tidak berbohong. Kumohon percayalah.” Ucap Hyunseung sembari memeluk Sooyoung. Sooypung meronta minta dilepaskan.
“lepaskan aku.”
“kumohon percayalah.” Pinta Hyunseung yang terdengar tulus.
“benarkah kau mencintaiku?” tanya Sooyoung akhirnya yang mulai percaya pada Hyunseung.
“sangat.” Jawab Hyunseung yakin.
“sekalipun aku tidak bisa melihat?” tanya Sooyoung memastikan bahwa Hyunseung tidak bohong.
“maka aku yang akan menjadi matamu.” Jawab Hyunseung.
                “saranghae, Jang Hyunseung.” Ucap Sooyoung sembari membalas pelukan Hyunseung.
                “na do saranghae, Han Sooyoung.” 

Sabtu, 05 Mei 2012

[FANFICTION] WHEN BAD BOY FALL IN LOVE


TITTLE                   : WHEN BAD BOY FALL IN LOVE
AUTHOR              : SHIN
MAIN CAST         : JUNG YURI & KIM JINYOUNG


                Untuk pertama kalinya dalam hidupku setelah bertahun-tahun aku kehilangan emosi paling dasar dari seorang manusia. Cinta. Sudah lama aku kehilangan emosi dasar manusia itu. Tapi sekarang, berkat seorang namja aku mulai menemukan emosi dasar itu. semua terlihat sempurna bagiku sekarang, setidaknya ketika aku mulai jatuh cinta pada namja beralis tebal itu.
                disinilah aku terjebak. Terjebak antara obsesi cintaku pada namja bernama Hyun Hyuk Jae dan Kim Jin Young, seorang preman sekolah yang sangat menyukaiku.

___
                Kumainkan jari jemariku sambil berpikir bagaimana caranya untuk mendapatkan cinta Hyuk Jae sekaligus cara menjauhkan Jin Young dari hidupku untuk selamanya. Aku melihat kearah sekelilingku untuk sedikit menghilangkan rasa bosanku. Tepat saat itu juga mata kami bertemu. Mataku dan Jinyoung. Dia tersenyum padaku. Aku membuang muka. Hatiku menggerutu kesal. Jinyoung berjalan kearahku, aku burur-buru bangkit dari tempat dudukku lalu pergi.
                “oddie-ka?” tiba-tiba Jinyoung sudah berada didepanku. Aku tersentak kaget dan hampir saja jatuh. Jinyoung tersenyum padaku. Lebih tepatnya menyeringai padaku.
                “wae..wae..?” tanyaku terbata sambil berusaha menghindari matanya yang menatap tajam padaku.
                Jinyoung memandang aneh padaku. Kenapa dia menatapku? Apa ada yang salah padaku? Jinyoung mendekat satu langkah padaku. Jarak kami sangat dekat, aku mulai gugup dan salah tingkah. “YAA~kenapa kau menatapku seperti itu?” tanyaku protes dengan kelakuannya.
                “kau berpikir aku akan menciummu? Apa kau begitu berharap?” dia tersenyum menggodaku. Wajahku terasa panas. Aku marah karena napeun namja ini berani menggodaku. DUAAKKK… Tanpa aba-aba, aku membenturkan kepalaku tepat pada dahinya dengan sangat keras. Jinyoung merintih kesakitan sambil memegangi kepalanya. Sedang aku tersenyum penuh kemenangan.
                “jika kau mengulanginya lagi maka kau akan mati.” ancamku kemudian berlalu meninggalkannya.
                “YAA~ Jung Yuri, lain kali aku akan benar-benar menciummu. Dan kau akan menyesal telah melakukan ini padaku.” Aku tak menghiraukan teriakan Jinyoung itu. Hatiku sedang sangat kesal hari ini. ‘jika kami bertemu lagi dengannya dalam radius 1meter. Ah, tidak.. 5meter, maka aku adalah ayam.’ Batinku dalam hati.

___
                Aku terus mengamati seorang namja yang tengah berkencan dengan seorang yeoja cantik disebuah restaurant. Aku menutupi wajahku dengan buku menu sambil sesekali mengintip kearah namja-yeoja itu. Hatiku benar-benar panas melihatnya. Tanpa sadar aku merobek buku menu yang kupegang sambil mendengus marah. Pelayan yang melihatku merobek buku menu itu menegurku. Aku berkali-kali membungkuk untuk minta maaf lalu pelayan itu pun pergi. Aku menarik nafas lega tapi saat kulihat kearah meja Hyuk Jae –namja yang sedang kuamati- aku terkejut karena Ia sudah tak berada disana lagi. Mungkin ini hukuman dari Tuhan karena aku menguntit orang, aku bertabrakan dengan seorang namja kertika keluar restaurant. Aku berkali-kali membungkuk untuk minta maaf tapi betapa terkejutnya aku ketika tahu bahwa orang yang ku tabrak adalah JINYOUNG, namja menyebalkan yang selalu membuatku marah.
                “kau?” tanyaku tak percaya ketika melihat napeun namja itu berdiri tepat didepanku dengan senyum bodohnya. Aku segera menegakkan tubuhku dan mengamatinya. Apa benar ini Jinyoung atau aku hanya berhalusinasi? Aku mengamatinya dari atas sampai bawah tapi dilihat darimanapun namja itu memang Jinyoung.
                “wae? Kau rindu padaku?” tanyanya percaya diri. Aku benar-benar kesal. Karena terlalu kesal tanpa kusadari aku mulai menangis. Jinyoung yang melihatku menangis menjadi salah tingkah. Orang-orang yang berada disekelilingku menatap Jinyoung dengan tatapan menyindir. Untuk menghindari tatapan sadis dari orang-orang dijalan, Jinyoung menarikku menuju tepi sungai Han. Disana aku menangis sepuasnya sedang Jinyoung duduk disampingku dan menunggu aku berhenti menangis.
                “gomawo.” Ucapku pada Jinyoung. Ini adalah pertama kalinya aku berterimakasih pada namja ini. Tapi ucapanku ini benar-benar tulus untuknya.
                “semua ini tidak gratis. Kau harus membayar.” Jinyoung menyentuh bibirnya dengan telunjuknya lalu berkata “kiss.” Wajahku langsung memerah ketika melihat Jinyoung. Wajah Jinyoung mulai mendekat, hatiku menjadi berdebar tak karuan. Aku menutup mataku. Kurasakan Jinyoung semakin dekat dan mungkin bibir kami tinggal berjarak 1cm sampai tiba-tiba Jinyoung tertawa keras.
                Aku membuka mataku. Wajah Jinyoung sampai memerah karena terlalu banyak tertawa.
                “kau tahu wajahmu tadi terlihat sangat lucu. Seharusnya aku memotretnya sebagai kenang-kenangan.” Jinyoung tak henti-hentinya tertawa. Entah kenapa hatiku sedikit kecewa. Jinyoung mempermainkanku. Dengan perasaan kesal aku meninggalkan Jinyoung tapi saat aku berjalan menjauhi Jinyoung tiba-tiba ia menarikku dan CUP.. bibirnya mendarat tepat pada bibirku. Aku benar-benar terkejut sampai-sampai tubuhku tak bisa bergerak. Kami berciuman sangat lama. Aku masih terpana saat Jinyoung melepaskan ciumannya. Nafasku tertahan. Jinyoung menatapku sembari tersenyum.
                “a..apa..yang kau la..lakukan?” tanyaku tertaba saat kesadaranku kembali. Perasaanku benar-benar kacau. Entah mengapa aku tidak marah pada Jinyoung. Tapi hatiku justru berdebar tidak karuan.
                “karena aku menyu…” suara Jinyoung tak terdengar jelas karena saat itu dibarengi suara kembang api yang meletus diudara.
                “mwo?” tanyaku pada Jinyoung. Tapi Jinyoung tak mau mengulangi ucapannya tadi dan memilih pergi meninggalkanku. Aku mengejarnya lalu mensejajarkan langkah kakiku dengan kakinya.

___
                Seperti biasa, waktu istirahat tiba seluruh murid pergi kekantin ataupun taman untuk memakan bekal yang mereka bawa. Tidak berbeda jauh dengan murid yang lain aku juga sudah siap dengan bekal makanan yang kubawa tapi aku lebih memilih untuk memakannya didalam kelas saja karena saat istirahat suasana kelas akan sepi jadi aku lebih leluasa memakan bekal makananku tanpa gangguan.
                “amm..” Jinyoung merebut kimbab yang akan kumakan lalu memakannya. Aku tak terima. Kimbab adalah makanan kesukaanku, jadi tak seorang pun boleh memakannya.
                “makanlah bekalmu sendiri. Jangan menggangguku.” Aku menutupi bekalku dengan tangan, menghalanginya untuk mengambil kimbab ku lagi. Tapi tiba-tiba terdengar suara KRUYYYUUUUKK.. perut Jinyoung berbunyi keras. Aku memandangnya, Jinyoung membalas tatapanku dengan pandangan memohon. Karena tak tega, akhirnya aku memperbolehkannya untuk memakan beberapa potong kimbab.           
                “gomawo.” Ucapnya ketika selesai makan ‘beberapa’ potong kimbab atau lebih tepatnya semua. Aku bahkan belum mencicipinya tapi Jinyoung sudah melahapnya hingga tak tersisa.
                “aku sungguh bodoh.” Kataku penuh penyesalan. Kurapikan kotak bekalku lalu menyimpannya diloker meja. Aku menelungkup diatas meja sambil mengeluh lapar.
                “apa aku harus membayar?” tanyanya sambil menyentuh bibirnya lagi. Aku tahu maksudnya, jadi buru-buru kulindungi bibirku dengan kedua tangan. Jinyoung tersenyum geli melihat reaksiku lalu mengeluarkan sekotak penuh strawberry dari tasnya dan memberikannya padaku. Aku tersenyum girang ketika menerimanya.
                “gomawo.” Kataku sambil melahap potongan pertama. Hmm.. aku sangat suka strawberry. Kunikmati satu-persatu dan merasakan sensasi asam-manis ketika memakannya.
                “sepertinya aku ingin kiss rasa strawberry.” Ucap Jinyoung. Tapi kali ini aku tahu dia hanya bercanda.
                “sireo.” Jawabku sambil membuang muka dan tetap menikmati strawberry-ku.
               
___
                Seorang yeoja berlari mengejar seorang namja. Yeoja itu seperti berusaha menjelaskan sesuatu pada namja itu. aku memandangnya heran. Sepasang kekasih jaman sekarang seperti sepasang suami-istri yang sedang bertengkar. Betapa terkejutnya aku ketika melihat wajah namja itu. wajah itu begitu kukenal. Jinyoung. Aku yakin itu Jinyoung. Aku yakin itu Jinyoung ketika aku melihat kalung yang dipakainya. Kalung itu khusus milik Jinyoung karena ia memesannya khusus ditoko. Satu hal lagi yang membuatku terkejut adalah ketika yeoja itu mencium Jinyoung. Entah mengapa hatiku benar-benar hancur saat itu. tak tahu harus berbuat apa. Dengan perasaan sedih aku melangkah pergi menjauhi taman.

___
                “Yuri-ah, apa kau..” belum selesai Jinyoung berbicara tapi aku sudah beranjak pergi dari tempat dudukku.
                Semenjak kejadian kemarin, hari ini aku berusaha menjauhi Jinyoung. Menjaga jarak sejauh mungkin darinya. Kuakui aku kecewa ketika melihatnya berciuman dengan gadis lain. Aku mendesah panjang.  Kini aku berbalik hendak pergi tapi tiba-tiba sebuah bola menghantam kepalaku keras. Aku menangis, bukan karena sakit tertimpa bola tapi karena memikirkan perasaanku yang kacau balau dan baru menyadari bahwa aku mulai menyukai Jinyoung.
                “sakiiiittt…” aku tersungkur ditepi lapangan. Hatiku kini benar-benar menyadari bahwa aku menyukai Jinyoung yang menyebalkan bukan Hyuk Jae. Aku memukul-mukul dadaku yang ‘sakit’ kemudian menangis keras.
                “ghwenchana?” tanya Jinyoung menghampiriku yang sedang tersungkur ditepi lapangan. Tangannya terulur untuk membantuku berdiri. Aku meraih tangannya lalu berdiri.
                “aku menyukaimu. Bisakah kau hanya melihatku dan jangan hiraukan yeoja lain? Tetaplah memandangku.” Ucapku sembari berusaha meredakan tangisku. Jinyoung menatap mataku tajam tapi tetap diam lalu tersenyum.
                “kenapa kau begitu bodoh? Seharusnya kau mengatakannya dari dulu dan membuatku menunggu terlalu lama.” Kata-kata Jinyoung sulit kucerna. Mungkinkah Jinyoung benar menyukaiku sejak lama? Atau kali ini dia hanya mempermainkan aku?
                “mwo?”
                “na do joahae. Nan dangshin-ui namja chingureul mandeul (jadikan aku pacarmu).”  Jawab Jinyoung penuh keyakinan.
                “Jinyoung-ah, apa kau yakin?” aku terharu. Ternyata Jinyoung juga menyukaiku.
                “sangat yakin.” Jawabnya singkat tapi jelas.  
                “ne, aku mau.” Jawabku mantap.

Sabtu, 28 April 2012

[FANFICTION] 6DAYS TO LOVE YOU


TITLE                      : 6 DAYS TO LOVE YOU
MAIN CAST         : SHIM HYUNSEONG & HAN EUN JI
AUTHOR              : SHIN



[HARI PERTAMA]
                Cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah jendela kamar Eun Ji membuat Eun ji yang tengah terlelap dalam tidurnya pun terbangun. Tubuh mungil Eun ji menggeliat diatas tempat tidurnya. Eun Ji tersenyum lalu bangkit dari tempat tidur seraya membuka jendelanya. Sinar matahari langsung menyilaukan matanya saat jendela terbuka. Eun Ji melirik kearah jam di meja belajarnya.
                “aigho.. aku terlambat.” Eun Ji segera bergegas mandi. Setiap pagi adalah waktuyang sangat penting bagi Eun Ji. Karena waktunya yang singkat, Eun Ji berusaha melakukan semua hal yang terbaik yang bisa dilakukannya.

~
                Selesai mandi dan berpakaian, Eun Ji segera bergegas memakai sepatu dan berlari keluar rumah menuju pantai dekat rumahnya menggunakan sepeda. Tak lupa, Eun Ji juga membawa biola serta makan siang yang memang sudah ibunya siapkan sebelumnya.
                Eun Ji adalah seorang gadis yang ceria. Umurnya baru menginjak 15 tahun. Gadis cantik yang selalu bersemangat meskipun waktunya sangat terbatas.
                “Eun Ji, hati-hati.” Teriak ibu saat Eun Ji hendak menaiki sepedanya.
                “ne, omma.” Balas Eun Ji cepat.
                Dengan kecepatan penuh, Eun Ji mengendarai sepedanya menuju pantai. Matanya terus mengamati sekeliling pantai. Ia mencari sosok yang selalu ia temui saat pagi datang.
                Setelah lama berkeliling, akhirnya yang dicari Eun Ji pun ketemu. Seorang namja sedang berjalan ditepi pantai. Seperti biasanya, tatapannya selalu kosong. Tapi itulah yang membuat Eun Ji menyukainya. Eun Ji mengatakan bahwa mata itu keren.
                Kring.. Kring..
Eun Ji menghampiri namja itu lalu menyapanya.  Namja itu hanya menoleh sedikit lalu kembali mengacuhkan Eun Ji. Karena kesal, Eun Ji pun menghentikan sepedanya tepat didepan namja itu.
“ini..” Eun Ji menyodorkan bekal yang disiapkan ibunya kepada namja itu. namun namja itu justru menangkis tangan Eun Ji dan membuat bekal yang dibawanya hampir jatuh lalu pergi begitu saja.
Eun Ji meletakkan sepedanya lalu mengejar namja itu.
“YAA~ mata keren.” Teriak Eun Ji memanggil namja itu. teriakannya Eun Ji ternyata berhasil, namja itu berhenti kemudian menoleh. Namja itu menatap Eun Ji. Mata itu.. mata keren itu yang membuat Eun Ji jatuh cinta padanya. Meskipun Eun Ji tidak tahu nama bahkan suara namja itu.
“kenapa kau selalu mengikutiku?” namja itu berjalan mendekati Eun Ji. Eun Ji melangkah mundur saat jarak antaranya dan namja itu semakin dekat namun namja itu dengan cepat menangkap lengan Eun Ji lalu mencengkramnya. Eun Ji meringis kesakitan.
“aww..”
“berhenti mengganggu ku.” Desih namja itu.
Darah keluar dari hidung Eun Ji, membuat namja itu tersentak kaget.
“hidungmu..” namja itu menunjuk kearah hidung Eun Ji.
Eun Ji segera mengusap hidungnya yang berdarah.
“ghwenchana. Melihat ku seperti ini kau merasa kasihan kan?” goda Eun Ji. Tapi namja itu tak menghiraukannya dan malah memberikan sapu tangannya pada Eun Ji.
Namja itu berjalan mendahului Eun Ji. Eun Ji mengejarnya.
“siapa namamu?”
                “Shim HyunSeong.”
                “namamu bagus juga. Umur?”
                “18 tahun. “
                “lalu kau..”
                “cukup. Apa kau anggota sensus yang mendata penduduknya?” namja bernama Hyunseong membentak Eun Ji yang terus-terusan bertanya.
                “baiklah. Aku tak akan bertanya lagi. Tapi maukah kau makan bekal ini denganku? Aku tidak akan sanggup memakannya sendiri. Bagaimana?”
                “baiklah. Asal kau tidak bertanya lagi.
                “baik.”
                Hari itu Eun Ji menghabiskan sepanjang harinya bersama Hyunseong, namja yang disukainya. Memakan bekal bersama lalu bermain biola bersama. Tak terasa hari sudah sore. Matahari juga sudah tak terlihat lagi dilangit. Tiba saatnya untuk meraka berpisah tapi sebelum pulang meraka membuat janji agar bertemu lagi esok hari.

~

[HARI KEDUA]  
                Hari ini Eun Ji bangun lebih awal untuk menyiapkan bekal buatannya sendiri yang nantinya akan dimakan bersama Hyunseong. Ibunya bingung kenapa hari ini Eun Ji sangat bersemangat? Tapi ibunya membiarkannya, karena itu lebih baik daripada Eun Ji harus terus murung dikamar.
                “omma, aku pergi.” Ucap Eun Ji sambil melambai pada ibunya.
                “hati-hati, Eun Ji.”
                Eun Ji mengayuh sepedanya dengan penuh semangat. Memang sedikit melelahkan tapi melihat orang yang disukainya sedang menunggunya ditepi pantai, rasa lelahnya pun hilang.
                “apa kau sudah lama menungguku?” Tanya Eun Ji ketika sudah berada didekat Hyunseong. Nafasnya tersengal-sengal. Padahal Eun Ji tidak boleh sampai kelelahan.
                “tidak juga. Ga ja.” Hyunseong berjalan mendahului Eun Ji lagi.
                “YAA~ kenapa kau selalu meninggalkanku? Tunggu aku.”
Hyunseong diam saja tapi bibirnya tersenyum. Melihat hal itu Eun Ji merasa sangat gembira. Hari ini mereka menghabiskan sore dengan bermain air dan membuat istana pasir. Tak terasa hari semakin gelap. Dan sudah saatnya mereka berpisah. Dan lagi-lagi mereka membuat janji untuk bertemu.
~
[HARI KETIGA]
                Kondisi Eun Ji hari tidak begitu baik. Wajahnya terlihat pucat. Tapi ia tetap bersemangat mempersiapkan diri untuk bertemu dengan Hyunseong. Ibu sebenarnya sudah melarangnya tapi Eun Ji tetap bersikeras. Akhirnya dengan berat hati ibu pun merelakan Eun Ji untuk menemui Hyunseong.
                Pelan-pelan Eun Ji mengayuh sepedanya menuju pantai. Senyum Eun Ji langsung mengembang saat melihat Hyunseong melambaikan tangan sembari tersenyum pada Eun Ji.
                “kenapa kau lama sekali? Aku sudah menunggumu sangat lama.” Hyunseong membuat raut wajah cemberut yang sangat lucu dan mampu membuat Eun Ji tertawa, melupakan sakitnya.
                “mianhae.”
                Hyunseong yang sekarang jauh berbeda dengan Hyunseong yang dulu pertama kali dilihat Eun Ji. Matanya tak sekosong dulu. Eun Ji tersenyum lega melihatnya.
                “dulu saat kau mimisan, sebenarnya apa yang terjadi? Apa kau sakit?” Tanya Hyunseong ketika mereka duduk ditepi pantai.
                “apa kau percaya jika kukatakan bahwa aku sakit dan akan mati dalam waktu satu bulan?” Eun Ji menatap mata Hyunseong dengan pandangan nakal. Tidak ada kesan serius dalam ucapannya.
                “apa kau gila? Kau terlihat sehat dan tidak mungkin kau akan mati.” Hyunseong tidak percaya dengan ucapan Eun Ji.
                “baiklah jika kau tak percaya. Kau jangan merindukanku jika aku benar-benar mati. mengerti?” Eun Ji menunjukkan jari kelingkingnya, mengajak Hyunseong untuk berjanji.
                “baik.” Hyunseong mengaitkan jari kelingkingnya pada jari Eun Ji.
                Dalam hati, Eun Ji merasa sangat sedih. Setiap hari Eun Ji semakin merasa takut akan hari dimana ia tidak bisa lagi melihat orang yang disukainya. Ia takut jika ia tak akan rela melepaskan Hyunseong suatu hari nanti.

___
[HARI KEEMPAT]
                Jam sudah menunjukkan pukul 11. Eun Ji masih berada diatas tempat tidurnya. Wajahnya tampak murung. Hari ini Eun Ji menahan diri untuk tidak menemui Hyunseong. Ia sadar bahwa hidupnya tak kan lama lagi, ia tak ingin membuat Hyunseong sedih jika suatu saat nanti ia akan pergi jauh dan tak akan kembali.
                “Eun Ji, apa kau mau makan sesuatu?” Tanya ibu ketika masuk kekamar Eun Ji.
“anio, omma.”
“begitukah? Baiklah, ibu keluar sekarang.” Eun Ji memeluk ibunya saat ibunya hendak keluar. Ibu terkejut saat tiba-tiba Eun Ji menangis. Ia menangis sangat keras. Ibu ingat terakhir kali Eun Ji menangis adalah saat ia mengetahui bahwa hidupnya tidak akan lama lagi. Ibu membalas pelukan Eun Ji.
“omma..”

~
                Hyunseong tengah menunggu Eun Ji ditepi pantai. Disampingnya terdapat keranjang pinik yang telah ia siapkan untuk dinikmatinya bersama Eun Ji. Ia melirik jam tangannya, jam 2 siang. Eun Ji tak juga terlihat. Hatinya mulai kecewa.
                “bodohnya aku. Dipermainkan oleh seorang gadis kecil.” Katanya sambil beranjak dari tempatnya. Hatinya benar-benar dipermainkan oleh seorang yeoja. Tapi bodohnya, ia mulai menyukai yeoja itu. namun saat ia menyadari perasaannya, yeoja itu meninggalkannya.

___
[HARI KELIMA]
                “Eun Ji, makan siang sudah siap.” Panggil ibu saat tiba makan siang.
                Ibu terkejut saat melihat Eun Ji tergeletak dilantai. Wajahnya sangat pucat. Dengan panic, ibu membopong tubuh mungil Eun Ji kedalam mobil lalu membawanya kerumah sakit.
                Sesampainya dirumah sakit, Eun Ji segera ditangani oleh dokter Kim, dokter yang biasa menangani Eun Ji. Kondisi Eun Ji benar-benar buruk sekarang, penyakit Leukimia yang diderita Eun Ji sudah tidak bisa disembuhkan. Hanya menunggu waktu hingga Tuhan menjemput Eun Ji. Setidaknya itulah yang dikatakan dokter Kim pada Ibu Eun Ji. Mendengar itu, tentu saja ibu menangis pilu.
                Ini kedua kalinya ibu harus kehilangan orang yang dicintainya. Dulu ayah yang pergi meninggalkan ibu dan Eun Ji, sekarang Eun Ji lah yang akan meninggalkannya dengan cara yang sama dengan ayahnya. Karena penyakit Leukimia.
                Ibu teringat sesuatu. Hyunseong. Namja yang selama ini membuat Eun Ji bersemangat.
                “aku harus mencarinya.”
                Ibu bergegas mencari namja yang bernama Hyunseong itu dipantai.
~
                Hyunseong duduk ditepi pantai. Matanya terpejam, menikmati hembusan angin yang menerpa wajahnya. Saat ia menutup mata, ia melihat wajah Eun Ji yang tersenyum padanya namun senyum itu perlahan menjauh dan hilang. Hyunseong mengangkat tangannya, berusaha untuk meraih Eun Ji tapi bayangan Eun Ji hilang tak meninggalkan jejak.
                “apa kau mengenal namja yang bernama Hyunseong?” tanya seorang wanita kepada Hyunseong yang membuat lamunannya buyar.
                “aku yang bernama Hyunseong.” Jawab Hyunseong seraya berdiri.
                Wanita itu tiba-tiba menangis sambil berlutut didepan Hyunseong. Hyunseong pun merasa bingung. Wanita itu tak lain adalah ibu Eun Ji. Ia menceritakan semuanya pada Hyunseong tentang penyakit Eun Ji dan memintanya untuk menemui Eun Ji karena umur Eun Ji sudah tak lama lagi. Hyunseong terkejut mendengar perkataan ibu Eun Ji.
                “kumohon, temuilah Eun Ji untuk yang terakhir kalinya.” Pinta ibu Eun Ji. Hyunseong pun mengangguk dan mengikuti ibu Eun Ji menuju rumah sakit.
~
                Hyunseong tidak langsung masuk kedalam. Pikirannya dihinggapi perasaan takut dan tak percaya, yeoja yang dicintainya akan pergi meninggalkannya selamanya.
                Ragu-ragu Hyunseong membuka pintu kamar Eun Ji. Terlihat sosok Eun Ji. Tubuh mungilnya terlihat tak berdaya. Airmata Hyunseong tumpah saat melihat Eun Ji. Ia berjalan perlahan mendekati ranjang Eun Ji. Lalu ia menangis disamping ranjang Eun Ji seraya menggenggam tangan Eun Ji.
                “kenapa? Kenapa harus kau?” Hyunseong menangis terisak. Ini kedua kalinya Hyunseong kehilangan yeoja yang sangat dicintainya. Dulu Park Chae Rin yang meninggalkannya karena kecelakaan sekarang Eun Ji.
                Eun Ji perlahan membuka matanya. Ia terkejut melihat Hyunseong berada disampingnya.
                “Hyunseong, apa yang kau lakukan disini?” tanya Eun Ji dengan suara lemahnya.
                Hyunseong tak menjawab. Ia diam seraya menahan airmatanya.
                “Hyunseong..”
                “kenapa kau melakukannya? Kenapa kau membiarkanku berpikir bahwa kau mempermainkanku?”
                “aku.. aku hanya tidak ingin terlibat terlalu jauh. Aku tidak ingin menjadi serakah dengan tetap berada disampingmu.”
                “siapa yang mengatakan kau serakah?”
                “jika aku tetap berada disampingmu, maka aku tidak akan sanggup melepaskanmu..”
                “maka jangan lepaskan. Jangan melepaskanku. Tetaplah disampingku.” Ucap Hyunseong memotong ucapan Eun Ji. Eun Ji terkejut.
                “Hyunseong..”
                “aku mencintaimu. Tak peduli kau hanya seorang yeoja kecil tapi aku benar-benar mencintaimu.” Hyunseong menggenggam tangan Eun Ji lebih erat untuk meyakinkan Eun Ji bahwa ia bersungguh-sungguh.
                “tapi..” Hyunseong tiba-tiba mencium kening Eun Ji sangat lama.
                “aku juga mencintaimu bahkan saat aku pertama kali melihatmu tapi aku tidak bisa untuk tetap bersamamu.. aku..” suara Eun Ji mulai terbata. Nafas Eun Ji pun mulai tersengal-sengal.
                “Eun Ji, ghwenchana?” tanya Hyunseong panic. Ia segera memanggil dokter untuk memeriksa Eun Ji, namun Eun Ji menahannya.
                “tetaplah disini.kumohon..”
                “tapi..” Hyunseong pun menurut tapi hatinya tetap tak tenang melihat Eun Ji.
                “gomawo. Terimakasih kau sudah mau menemaniku diwaktuku yang singkat ini. Jika saja Tuhan memberiku waktu sedikit lebih lama maka aku akan lebih lama mencintaimu dan tak akan pernah meninggalkanmu walau satu jam saja. Maafkan … aku..” Kata-kata Eun Ji terputus, begitu pula dengan nafasnya.

___
[HARI KEENAM]
                Hyunseong hadir dalam pemakaman Eun Ji. Kali ini ia lebih tenang dibandingkan dengan kemarin. Tapi matanya tetap terlihat sembab. Ia berdiri disisi ibu Eun Ji dan berusaha menenangkan ibu Eun Ji yang sejak kemarin menangis tanpa henti. Karena kelelahan menangis ibu Eun Ji pun pingsan. Saudara-saudara jauh Eun Ji yang berada dipemakaman itu membawa ibu Eun Ji pulang. Tapi Hyunseong tetap memilih berada dipemakaman.
                “Eun Ji,  Hanya 6 hari kita bersama tapi kau berhasil membuatku mencintaimu seperti orang bodoh. Tapi aku tetap mencintaimu, walaupun aku harus menjadi orang paling bodoh didunia ini. Aku mencintaimu. Kemarin, sekarang, dan sampai kapanpun aku akan tetap mencintaimu ” Itulah kata-kata terakhir yang disampaikan Hyunseong disamping makam Eun Ji.
                Hynseong bangkit berdiri kemudian melangkah menjauhi makam Eun Ji. Namun, jauh dilangit sana ada seorang yeoja cantik menggunakan pakaian putih tersenyum dan berkata.
                “hiduplah dengan mencintai yang hidup. Jangan menengok kebelakang dan mengingat semua yang menjadi masa lalu. Hyunseong, aku mencintaimu selamanya..!!!”